Christopher Henry Samson Bertemu Orangtua, Tinggalkan Anak Istri
BAGI meraka yang merasa dirinya melakukan tindakan tak terpuji, seperti KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) di instansi pemerintah boleh jadi hatinya dag, dig, dug bila mendengar nama lelaki berkulit hitam, Christopher Hendry Samson.Padahal, dia bukan polisi, bukan jaksa dan bukan hakim.Hanya memang lembaga yang dipimpinnya, LABEH (Lalenok Ba Ema Hotu) mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk melakukan monitoring terhadap tindakan-tindakan para pejabat negara atau pegawai negara yang merugikan negara dan rakyat.
Memimpin NGO ini memang penuh resiko. Tantangan berupa ancaman dating silih berganti, termasuk kewarganegaraannya pun dipersoalkan. Namun, lelaki berdarah campuran Timor Leste dan Angola ini pantang mundur. Resiko apapun berani dihadapinya. LABEH tetap LABEH. Nama itu, sudah
menyatu dengan kehidupan buah kasih pasangan Domingos Sabastiao
(seorang tentara Angola) dan Cecilia de Jesus. "Saya dibawa ayah saya ke Angola sejak umur 3 tahun.
Karena itu, saya merasa senang ketika bertemu dengan ibu saya di Maliana. Sekarang saya cari lagi istri dan anak saya yang sudah ditinggalkan di Indonesia
lima tahun yang lalu," tuturnya ketika ditemui wartawan koran ini di kediamannya di Kampung Baru, Komoro, belum lama ini. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini lahir di Suku Malilait, Sub Distrik Maliana, Distrik Bobonaro. Christopher, begitu ia disapa,
memiliki pengalaman hidupnya berliku-liku. Ada senang dan susah. Ketika diboyong ayahnya ke Angola meninggalkan ibunya, ia harus hidup dengan susah payah dengan ibu tirinya.
Memang kasih sayang seorang ibu tiri tidak sama dengan kasih sayang ibu kandung. "Karena saya tidak disayangi oleh ibu tiri, maka ayah menitipkan saya ke panti asuhan dan masuk sekolah di panti asuhan itu," tuturnya mengenang. Ia mengakui
bahwa dirinya tidak sekolah di satu tempat saja karena jika ayah pindah ke tempat lain, ia juga ikut diboyong.
"Hidup saya jauh berbeda dengan mereka yang diasuh oleh ibu dan ayahnya. Masa pendidikan saya itu pun begitu sulit dan saya tidak mau bercerita banyak, tetapi saya mau berbagi cerita soal keberhasilan saya, meski ada beberapa kegagalan," paparnya. Ia mengikuti pendidikan di beberapa negara dan beberapa gelar sudah
disandangnya yaitu D-3 bidang agama (theologi), S-1 dan master di bidang Cristen Séance.
Ia baru pulang ke Timor Leste 1995. "Tujuan kembali ke tanah kelahiran saya ini untuk mencari keluarga saya yang saya tinggalkan selama hidup saya, sejak berusia 3 tahun dibawa ayah ke Angola," ujarnya. Namun, kembalinya ke tanah kelahiran untuk mencari sanak keluarganya tidak membuahkan hasil. Lantaran Kopassus Indonesia menahan dirinya di Kolegio Asrama Polisi dan mereka menyuruh ia pulang ke Malaysia.
Akan tetapi, semangat ayah beranak tiga ini tidak jua pudar untuk mencari sanak familinya. Buktinya pada 2001 dirinya kembali menginjak kaki di TL dan mulai mencari keberadaan keluarganya. Akhirnya ia berhasil menemukan keluarganya. Setelah berada di TL, Chris pernah bekerja di UNMISET sebagai wakil asisten Perwakilan PBB di TL, Sukehiro Hasegawa.
Namun, tidak begitu lama, Chris pindah ke bagian pemerintah dan bekerja di Procuramen yang bernaung di bawah Kementerian Keuangan. Selain bekerja di Procuramen, Chris juga menjadi dosen di beberapa universitas yang ada di TL. Kini,
ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif LABEH yang mempunyai visi dan misi untuk memberantas korupsi di negara ini. Cowok berkulit hitam yang hobynya bermain golf ini mengakui mempunyai hubungan keluarga dengan Menteri Administrasi Negara, Ana Pessoa Pinto.
Ibu Ana Pessoa dan ibunya merupakan kakak beradik. "Ana Pessoa tidak mengenal saya karena waktu itu dia pergi ke Portugal dan saya ke Angola, bagaimana kita bisa saling kenal. Sebenarnya yang berbicara mengenai hal itu adalah orangtua yang berada dikampung," jelasnya. Selain menjadi Direktor LABEH, Chris juga kini merupakanseorang pendeta di sebuah gereja Protestan Pentekosta di Fatuhada. Chris
adalah seorang penulis yang telah menerbitkan tiga buah buku. Suami dari Ika Madona asal Indonesia ini menuturkan kekecewaannya lantaran tidak adanya ijin dari Kementerian Kehakiman untuk ke Indonesia.
"Saya agak kecewa sedikit, kalau saya bicara soal istri dan anak saya. Karena akibat saya bermasalah dengan Ana Pessoa yang berbuntut ke Menteri Kehakiman, maka saya tidak diijinkan ke Indonesia. Sehingga saya tidak bisa menengok istri dan ketiga anak saya di Indonesia," katanya. "Saya tidak tahu sekarang mereka hidup atau tidak. Namun, tidak menutup kemungkinan jika suatu saat saya ke Indonesia, saya akan mencari mereka. Karena sudah 5 tahun saya tidak bertemu dengan mereka,"tuturnya. armandina/dasiparu